Kamis, 22 Desember 2016

Hakikat Membaca Nyaring

MEMBACA NYARING

     Membaca adalah kegiatan menganalisis, meresepsi, dan menginterprestasikan yang dilakukan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis dalam media tulisan. Menurut Henry Guntur Tarigan (1979) dalam bukunya yang berjudul Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Bahasa, kegiatan membaca meliputi membaca nyaring dan membaca dalam hati.
     Membaca nyaring adalah kegiatan membaca yang dilakukan dengan cara membaca keras-keras didepan umum. Menurut Henry Guntur Tarigan pada bukunya yang berjudul Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, membaca nyaring adalah suatu kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama- sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi pikiran dan perasaan seorang pengarang.             Adapun  secara umum pengertian membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan ucapan intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis, baik yang berupa pikiran, perasaan, sikap ataupun pengalaman penulis.
     Ketrampilan yang dituntut dalam membaca nyaring adalah berbagai kemampuan, diantaranya yaitu:
1. Menggunakn ucapan yang tepat,
2. Menggunakan frase yang tepat,
3. Menggunakan intonasi suara yang wajar,
4. Dalam posisi sikap yang baik,
5. Menguasai tanda-tanda baca,
6. Membaca dengan terang dan jelas,
7. Membaca dengan penuh perasaan dan ekspresif,
8. Membaca dengan tidak terbata-bata,
9. Mengerti serta memahami bahan bacaan yang dibawanya,
10. Membaca dengan tanpa terus menerus melihat bacaan,
11. Kecepatan bergantung pada bahan bacaan yang dibawanya,
12. Membaca dengan penuh kepercayaan diri sendiri.
     Meskipun membaca nyaring terlihat mudah untuk dilakukan namun pada dasaranya kegiatan membaca nyaring merupakan ketrampilan yang serba rumit, kompleks, dan banyak seluk beluknya. Sama pentingnya dengan ketrampilan-ketrampilan yang telah disebutkan, pembaca dalam melakukan kegiatan membaca nyaring harus memiliki kemampuan untuk mengelompokan kata-kata kedalam kesatuan-kesatuan pikiran serta membacanya dengan baik dan lancar.
     Cara yang dapat dilakukan untuk mempermudah pendengar  menangkap dan memahami maksutdari pengarang adalah:
1. Pembaca menyoroti ide-ide baru dengan mempergunakan penekanan yang jelas,
2. Pembaca menjelaskan perubahan dari satu id eke ide lainnya,
3. Pembaca menerangkan kesatuan-kesatuan pikiran di dalam 1 kalimat dengan menysusn kata-kata yang tepat dan baik,
4. Menghubungkan ide-ide yang bertautan dengan jalan menjaga suara agar tinggi sampai akhir dan tujuan tercapai,
5. Menjelaskan klimaks-klimaks dengan gaya dan ekspresi yang baik dan tepat.
Manfaat membaca nyaring yaitu:
1. Bisa memperoleh kesenangan dan memupuk kenyakinan atau percaya diri,
2. Bisa menanamkan disiplin,
3. Bisa memperkaya daya khayal apabila dilakukan dalam membaca fiksi,
4. Bisa mempertinggi pemahaman mengenai makna bacaan.
     Membaca nyaring dapat dilakukan oleh guru, membaca pidato, penyiar tv, penyiar radio dan lain-lain.



Di susun oleh :
Meisaroh
Octavia
Kiki Aprilia
Brilian

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA dan SENI
PENDIDIKAN BAHASA dan SASTRA INDONESIA
2016

Contoh Laporan Hasil Seminar

Budaya Literasi untuk Generasi Emas bagi Guru Pembelajar


TUGAS LAPORAN SEMINAR NASIONAL 
BERTEMA
 “ BUDAYA LITERASI MENUJU GENERASI EMAS BAGI GURU PEMBELAJAR”


Oleh:
Nama : MEISAROH
NIP    : 16410049
Kelas  : 1B

 PENDIDIKAN BAHASA dan SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2016


KATA PENGANTAR
Syukur kepada Allah Yang Mahakuasa, atas ridho-Nya laporan ini dapat terselesaikan.
Dalam laporan ini berisi tentang kegiatan yang telah terselenggara pada Kamis, 15 Desember 2016. Dalam acara Seminar Nasional " Budaya Literasi Menuju Generasi Emas bagi Guru Pembelajar" yang diselenggarakan oleh Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Laporan ini saya buat dengan sadar dan dapat saya pertanggungjawabkan isi dan kebenarannya. Selain itu, laporan ini saya buat untuk memenuhi tugas suatu mata kuliah.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik untuk kepentingan tugas saya, maupun untuk pembaca yang berkenan untuk membacanya.



Semarang, 17 Desember 2016
Mahasiswa,


MEISAROH
16410049


BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
     Menurut data UNESCO pada tahun 2011 minat baca di Indonesia menempati peringkat 14 di antara negara- negara di Asia. Pada tanggal 6 Desember 2016 lalu, di London, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan, Organitation for Economic Co-operation and Development (OECD), melakukan uji bahasa antarbangsa melalui program For International Student Assessment (PISA) melangsir hasil terbaru tentang budaya literasi antarbangsa untuk tahun 2015. Kegiatan tersebut diikuti oleh 74 negara termasuk Indonesia yang sejak tahun 2000 ikut berpartisipasi.
     Dilangsir dari Kompas, 6 Desember 2016, Indonesia merupakan salah satu negara yang masih sangat minim minat baca masyarakatnya, terkhusus kaum muda dan anak- anak. Tentu hal ini sangat memprihatinkan. Terlebih lagi tahun 2019 Indonesia menargetkan adanya Indonesia emas melalui generasi- generasinya. Dari ironi itulah, pemerintah Indonesia mulai membuat terobosan baru dengan menggalakkan program Budaya Litersi bagi masyarakat Indonesia, khususnya generasi penerus bangsa.
     Pada 15 Desember 2016 kemarin. Universitas PGRI Semarang ikut menyuarakan pentingnya budaya literasi melalui seminar nasional yang bertemakan “ Budaya Literasi Menuju Generasi Emas bagi Guru Pembelajar.”
1.2. Nama Kegiatan
     Seminar Nasional bertema “ Budaya Literasi Menuju Generasi Emas bagi Guru Pembelajar.”
1.3. Tujuan Kegiatan
     Untuk membangkitkan semangat generasi muda untuk lebih membudayakan literasi untuk mencapai Indonesia emas di tahun 2019.
1.4. Peserta Kegiatan
     Mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Mahasiswa umum (lintas fakultas, dan dari universitas lain)
1.5. Tempat dan Waktu
     Tempat: Balairung Universitas PGRI Semarang
     Waktu  : pukul 07.00—selesai
     Tanggal: 15 Desember 2016
1.6. Narasumber Utama
     a. Nh. Dhini
     b. Gufran A. Ibrahim
      c. Seno Gumirah Ajidharma.


BAB II PEMBAHASAN

     Seminar Nasional yang terselenggara pada Kamis, 15 Desember 2016 berjalan dengan lancar. Pembawa acara membuka acara dengan baik. Ibu Nanik selaku Dekan fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni memberi sambutan pertama, dilanjutkan oleh bapak Muhdi, S. H., M. Hum. Selaku Rektor Universitas PGRI Semarang yang memberi sambutan kedua sekaligus membuka seminar. 
Acara selanjutnya adalah pembahasan pokok seminar, yaitu masalah budaya literasi yang dipandu oleh bapak Murywantobroto selaku moderator dengan narasumber Nh. Dhini, Gufran A. Ibrahim, dan Seno Gumirah Ajidharma. Berikut adalah uraiannya:

1. Nh. Dhini
     Menurut Dhini penggunaan bahasa Indonesia di Indonesia sendiri masih sangat kurang, terlebih lagi dewasa ini justru bahasa asinglah yang sering diselipkan dalam komunikasi sehari- hari. Dalam program yang baru- baru ini sedang digalakkan oleh pemerintah tentang literasi, Dhini lebih setuju bila istilah sastra atau susastralah yang digunakan, karena pada hakikatnya susastra atau sastra lebih mencakup semua dan lebih bermakna.
     Untuk membudayakan sastra sebagai jati diri bangsa harus ditanamkan se-awal mungkin kepada kaum muda. Dan untuk budaya membaca sendiri harus mulai ditanamkan sejak dini pula. Dhini mengatakan bahwa di negara Jepang dan di Eropa. Orang- orang yang menaiki kendaraan umum seperti bus kota, mereka semua akan duduk teratur kemudian membuka buku untuk dibaca. Hal ini sangat berbeda dengan orang Indonesia di mana di dalam bus tidak ada kegiatan yang dilakukan selain tidur dan mengobrol. Hal ini menunjukkan bahwa di Jepang dan di negara- negara Eropa membaca sudah menjadi kegiatan rutin yang dilakukan, sudah menjadi kebiasaan yang membudaya pada diri mereka. Inilah yang diharapkan dari bangsa Indonesia, terlebih lagi untuk menyambut Indonesia emas, sedini mungkin harus dilatih untuk gemar membaca. Dan tidak melupakan bahasa kita, jati diri kita sebagai bangsa Indonesia. 
2. Gufran A. Ibrahim
     Gufran menjelaskan tentang hasil PISA yang dicapai Indonesia pada tahun 2012 dan 2015 di mana pada literasi bidang Sains dari 2012-2015 mengalami peningkatan 21 poin, dari litersi bidang matematika meningkat 11 poin, dan untuk membaca sendiri hanya meningkat 1 poin saja.  Hal ini membuktikan anak Indonesia mengalami peningkatan dalam bidang sains matematika. Namun untuk budaya membaca sendiri, minat baca anak Indonesia masih sangat rendah, entah hal ini disebabkan karena memang anak Indonesia tidak pandai membaca? Tidak cekatan dalam memahami teks? Atau teks yang diberikan oleh PISA terlalu sulit?
     Pada dasarnya untuk menjadi seorang atlet yang mempunyai daya tahan yang kuat haruslah melalui latihan secara rutin dan teratur. Itu pula yang diperlukan untuk meningkatkan kegiatan membaca di Indonesia. Semua hal yang asing akan tetap menjadi asing untuk diri kita bila kita tidak membiasakannya agar menjadi terbiasa. Maka hal pertama yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya baca masyarakat Indonesia, kita harus membiasakan diri untuk membaca agar menjadi terbiasa. Kegiatan membaca bukan melulu tentang buku pelajaran dan teks- teks yang disajikan di sekolah saja. Apa pun bisa kita jadikan bahan bacaan. Novel, cerpen, koran, majalah, buku pengetahuan lain. Jangan hanya belajar terpacu dengan kurikulum karena dunia yang harus kita ketahui bukan sebatas bacaan yang telah tersusun dalam kurikulum.
     Gufran menyarankan untuk dari sekarang kita budayakan membaca, membaca yang bukan sekedar membaca. Namun, membaca di mana kita nantinya diharapkan akan mencipta sebuah karya dari hasil membaca. Gufran mengajak kita untuk melakukan gerakan Satu orang, Satu novel, Satu semester. Menurut Gufran, satu novel untuk satu semester pun bila kita dapat membuat rangkuman, membuat esai dari satu novel yang kita baca tersebut. Budayakanlah mengunjungi perpustakaan yang telah tersedia.
3. Seno Gumirah Ajidharma
     Menurut Seno, bahasa itu tidak netral. Karena pada hakikatnya bahasa itu akan baik jika orang mengartikan baik, dan bahasa itu akan buruk jika orang mengartikannya buruk. Bahasa tidaklah netral, mempunyai makna yang ambigu tergantung pada orang yang menafsirkannya. Menurut Seno, bahasa bisa menjadi alat yang berbahaya, karena sifatnya yang ambigu ini. Karena itu diadakan kesepakatan pada setiap kelompok untuk meredamkan atau menghindari kehancuran dan perselisihan karena bahasa.
     Seno mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi mitos sosial yang membuat orang Indonesia terlebih lagi generasi muda enggan untuk membaca sebuah karya sastra. Yang pertama, adalah bahwa sastra itu berisi tentang nasihat, sehingga mereka malas untuk membaca karena sekarang ini tidak ada orang yang mau dinasihati. Yang kedua, novel identik dengan orang- orang yang cengeng, bacaannya pun cengeng. Mitos- mitos itulah yang harus dihilangkan agar para kaum muda khususnya menjadi tertarik untuk membaca karya sastra. Seno mengatakan bahwa sebenarnya jika dilihat dari isinya antara bacaan dikoran/ berita dengan karya sastra seperti novel tidak jauh berbeda, hanya saja bahasa dan cara penyampaian yang dipakai dalam novel berbeda. Dan Seno menegaskan kembali bahwa bahasa tidak bersifat netral.
Kegiatan membaca tidak melulu mengenai buku bacaan yang ada di sekolah. Dewasa ini, media sosial pun bisa menjadi alat  untuk membudayakan literasi. Mulai dari whatsapp, bbm, facebook ini dapat dimanfaatkan. Dan pengenalan litersi melalui media sosial seperti ini harus dimulai sejak dini.



BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
     Untuk membudayakan literasi di Indonesia harus ditanamkan sedini mungkin. Kita harus dipaksa terlebih dahulu agar menjadi biasa dan terbiasa. Dari kebiasaan itulah yang nantinya akan membudaya pada pribadi generasi Indonesia, dan bukan tidak mungkin bila kebiasaan tersebut akan menjadi hal yang dapat diturunkan kepada generasi berikutnya.
     Mengutip kata dari Milan Kudera bahwa “ jika ingin memusnahkan suatu bangsa dari peradaban, hancurkanlah buku- bukunya. Niscaya bangsa itu akan musnah.” Tentu kita sebagai penerus bangsa Indonesia tidak ingin bila bangsa kita musnah hanya karena kita enggan untuk membaca. Untuk itu marilah kita sama- sama membiasakan diri untuk membaca. Karena hanya dengan membaca kita dapat keliling dunia. 




Rabu, 21 Desember 2016

Contoh Surat Tidak Resmi

Apa kabar kawan? Berbagi sedikit cerita nih, tentang pengalaman saya hingga pada akhirnya saya bisa menulis surat ini. Ini bukan sekedar iseng dan tanpa alasan, melainkan ini tugas dari dosen yang gokil abis. Beliau mengirim surat kepada semua mahasiswa yang diampunya, dan meminta mereka membalasnya sebagai pengganti perkuliahan yang terlewatkan. Jujur ini baru pertama kali nya nih saya mendapat surat dari dosen dan berkesempatan untuk membalasnya.
Eh... tapi ini anti mainstream lho suratnya. 😄


                  Assalamu’alaikum Wr. Wb.
     Selamat malam Bapak Setya Naka Adrian dosen pengampu mata kuliah Pengkajian Media, Penulisan Media Massa, dan Membaca Teknik Pemahaman yang saya hormati dan yang selalu saya harapkan kehadirannya.
Bagaimana kabar Bapak hari ini? Sukseskah acaranya kemarin? Semoga bapak selalu dirahmati Allah SWT., dilancar semua urusannya. Dan berkenan untuk selalu berbagi pengalamnya kepada kami semua. Amin.
     Pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak, jujur ini baru pertama kali saya mendapat kehormatan untuk menerima sekaligus membalas surat dari seorang guru/ dosen. Dan yang paling menyentuh hati saya adalah bapak menunggu balasan dari saya.
     Bapak Naka yang rendah hati, berbeda dengan Anda yang membuat surat dengan suasana hati muram, saya justru menulis dengan suasana hati yang ditumbuhi bermacam bunga,  lengkap dengan semerbak harumnya yang khas. Dengan pancaran mata yang jauh lebih terang dari dewi malam yang sedang berpesta dengan peri- peri di sekelilingnya. Walaupun awalnya saya sedikit ‘galau’ untuk membalasnya. Namun, setelah saya better- in ‘galau’ saya jadi hilang.
Di saat sidang kopi Mirna diputar kembali di TV, saat itulah saya mulai mengetik surat ini. Saya tidak tahu dari mana bapak mengetahui bahwa saya suka makan mie instan, sedang menata bantal, bahkan selesai mencuci pakaian, tetapi percayalah bapak, sejujurnya di kostan saya lebih suka makan penyetan dari pada mie instan.
     Dua pertemuan mata kuliah Teknik Membaca dan Pemahaman berlalu tanpa kehadiran bapak, saya tidak merasa begitu gembira, segembira ketika libur telah tiba. Dari lubuk hati kami yang terdalam, kami mengharapkan bapak untuk dapat hadir. Namun, jika memang terdapat suatu halangan yang tidak memungkinkan untuk bapak dapat hadir, maka sejujurnya dari lubuk hati kami yang paling dalam dari yang terdalam adalah kosong jam tanpa tugas. Memang itu harapan yang buruk, terlebih lagi tentunya sangat merugikan kami semua. Dan dalam hal ini bapak benar dan harapan kami yang salah. Paksa kami selalu agar nanti menjadi terbiasa, tempa kami sekarang agar nanti tidak tertatih di akhir massa. Karena bagaimana pun juga kesempurnaan hanya milik Allah SWT. semata.
     Bapak Naka yang belum sepenuhnya saya cintai. Setelah 14 tahun akhirnya Rangga dan Cinta dipertemukan kembali dalam film AADC 2. Selama itu pula tugas yang bapak berikan kepada kami telah saya kerjakan yang menurut saya dengan baik dan benar. Tujuan Anda sangat mulia bapak. Membuat kami menjadi seorang yang terampil menulis, Mempunyai wawasan yang luas dan memiliki hati yang peka terhadap sekeliling kami. Namun, adakah cara yang lain selain berlangganan koran dan sebagainya, bukan karena kami merasa gatal- gatal namun saku kami dangkal. Bukan harga koran tapi transport yang mahal. Tetapi demi masa depan yang cerah dan menjanjikan. Kami rela berkorban dengan makan penyetan dan mie instan setiap hari. Kami rela jalan kaki dari kostan sampai kampus. Menaiki anak tangga dari lantai satu ke lantai lima kami rela menunggu lift saja.
     Saya sadar bahwa hanya doraemon yang memiliki alat untuk mendeteksi masa depan. Walaupun sesungguhnya saya berniat untuk mencuri kantong ajaib itu. Namun, apa daya, bertemu doraemon pun saya belum pernah dan belum sempat, mungkin karena saya terlalu sibuk. Saya berharap agar alat itu rusak dan doraemon pun sama- sama berjuang seperti saya untuk mencapai masa depan yang cerah. Jika bapak bertanya berapa banyak buku yang sudah saya baca, maka akan saya jawab “ banyak bapak!” ya memang itu benar. Mulai dari buku Menyimak, Pengantar Linguistik, Pengantar Fonologi, My Public Speaking, Komposisi, Ejaan Bahasa Indonesia, Membaca karya Tarigan, dan masih banyak lagi. Sebenarnya saya juga sering berlangganan koran, walaupun hanya koran online yang sedikit abal-abal. Tetepi setidaknya saya membaca koran.
     Sejujurnya saya sangat tertarik dengan dunia jurnalistik sejak SMP, namun karena tidak ada wadah untuk menampung keinginan saya itu, akhirnya menulis dan dimuat dalam media massa menjadi angan saja. Bagai serpihan kertas dia terbang dan tidak tahu arah jalan pulang. Dan sekarang saat sudah tersedia fasilitasnya, bakat menulis saya bersembunyi. Tidak yakin dapat menemukannya. Sudah saya coba lagi memancingnya kembali. Namun tidak semudah makan pop mie yang tinggal diseduh, kembali menemukan hobi yang telah lama bersembunyi sangat sulit bagi saya. Sudah saya coba untuk menulis beberapa tulisan. Setidaknya rencananya nanti akan saya posting dalam blog saya yaitu sharingtalents.blogspot.co.id . Mungkin bapak berminat untuk membuka, membaca dam memberi jempol untuk blog saya. Atau ingin menambah pengikut di G+, jujur pengikut saya masih minim sekali bapak. Saya sudah menulis tapi belum saya posting dengan alasan ragu. Payah memang.
     Untuk hal itu saya percayakan kepada bapak untuk mengembleng saya khususnya dan teman- teman semua untuk berani menampakkan diri, dan menunjukkan potensi kami. Dalam surat bapak mengatakan harus dengan apa? Harus bagaimana? Agar kami mau berbicara! Mau menulis! Mau membaca! Itu pertanyaan yang sulit memang. Begini bapak! Kami mempunyai karakter dan cara memahami sesuatu dengan cara yang berbeda. Saya tidak tahu apa yang dirasakan teman yang lain ketika melihat, menyimak, dan mendengar bapak presentasi, menyampaikan materi. Tetapi jika saya yang berpendapat tentang itu, sejujurnya cara bapak sudah baik, dan saya bisa memahami walaupun belum begitu baik pemahaman saya. Bukan bapak yang salah. Kami yang salah. Karena bagaikan pungguk yang merindukan bulan. Ibarat bapak telah membaca 10 buku dan kita baru 1. Jadi kurang klop. Untuk mengetahui bahwa makan beng- beng dingin dan langsung sama enaknya, kita perlu mencoba keduanya. Begitu bula dengan kami, untuk bisa memahami bapak kita perlu membaca 9 buku lagi. Dari membaca ke- 9 buku inilah kami berproses. Dan membutuhkan bapak tentunya.
     Saya rasa cukup ini yang dapat saya tuliskan. Mungkin sudah cukup untuk menjawab rasa penasaran bapak tentang potensi dan kemauan yang kami miliki. Jika tulisan ini saya teruskan akan lebih nglantur lagi. Kurang lebihnya saya mohon maaf. Bukan bermaksud untuk menjadi mahasiswa yang lancang. Tetapi beginilah sejatinya diri saya.
      Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Contoh Esai Tentang Membaca

Hakikat Membaca
Oleh: Meisaroh 

         Pada dasarnya kegiatan membaca adalah salah satu kegiatan yang pernah dilakukan oleh semua orang, kecuali mereka yang tuna aksara dan mempunyai gangguan pengelihatan. Tidak hanya pelajar, tenaga pengajar, dan profesi lain yang berkecinpung dibidang pengarsipan dan dokumen- dokumen saja yang melakukan kegiatan membaca, tetapi semua orang dalam semua bidang melakukan kegiatan membaca. Sebagai contoh kecil para pengguna jalan yang melihat plang penunjuk arah, kemudian membacanya. Kegiatan seperti itupun dikatakan sebagai kegiatan membaca.
          Pertama kali saya belajar membaca ketika bersekolah di taman kanak-kanak (TK), disana saya diajarkan mengenal huruf terlebih dahulu, baru kemudian diajarkan membaca huruf- huruf yang dirangkai sedemikian rupa sehingga dapat untuk dibaca. Dalam buku Taringan definisi dari membaaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata- kata atau bahasa tulis.
Berbeda dengan membaca ditingkat TK dimana belajar membaca dibantu dengan media gambar untuk memudahkan pemahaman, membaca pada tingkat SD, SMP, SMA mulai komplek. Dimana saya dituntut untuk memahami makna yang terkandung dalam bacaan yang saya baca, seperti membaca buku paket. Dan saya mulai memahami adanya pergeseran tujuan pada tahap- tahap tersebut. Hal ini menunjukan bahwa tujuan membaca berbeda- beda sesuai dengan kebutuhan pembaca. Seperti yang diungkapkan oleh Rahmawati (dalam Wiryodjoyo 2012: 28) yang menyatakan tujuan membaca yaitu:
1. Untuk kesenangan
2. Penerapan praktis
3. Mencari informasi khusus
4. Mendapat gambaran umum
5. Mengevaluasi secara kritis.
Untuk memahami maksud dari bacaan yang saya baca terkadang sayang mengalami kesulitan, baik dalam memahami arti dari bacaan tersebut, maupun teknik membaca yang saya terapkan kurang sesuai. Menurut Broughton [et al] (dalam buku taringan 1978: 21) menyatakan “Untuk mencapai tujuan yang terkandung dalam keterampilan mekanis maka aktivitas yang palinh sesuai adalah membaca nyaring, membaca bersuara. Dan untuk keterampilan pemahaman maka yang paling tepat adalah dengan membaca dalam hati”.
          Namun setiap orang memiliki cara tersendiri untuk memahami maksud dari apa yang mereka baca. Seperti saya yang tidak bisa memahami suatu isi bacaan apa bila saya membacanya dalam hati, mulut saya harus mengucapkan sesuatu yang saya baca untuk bisa memahaminya.
Demikian esai yang dapat saya tuliskan. Terimakasih.

Daftar Pustaka
Taringan, Henry Guntur. 1979. Membaca sebagai satu keterampilan berbahasa.
Nurhadi. 1988. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan  Membaca? Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Dharmawanppgt.blogspot.com/kesiapanmembaca/2015.

CONTOH ULASAN KEGIATAN BEDAH BUKU TRIYANTO TRIWIKROMO | UPGRIS BERSASTRA 2016

Memanusiakan Manusia dalam UPGRIS Bersastra



     Sastra merupakan hasil karya cipta manusia yang menggunakan bahasa sebagai medianya, baik secara tertulis maupun lisan yang bersifat imajinatif, disampaikan secara khas dan mengandung pesan yang sifatnya relatif.
     Berbicara tentang sastra memang tidak akan terlepas dari bahasa. Dalam sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Diriwayatkan bahwa bangsa Indonesia telah memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Indonesia sebelum Bangsa Indonesia merdeka. Tercatat dalam Ikrar Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada 28 Oktober 1928, jauh sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Dalam ikrar tersebut dituliskan bahwa “ Kami putra- putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Berpacu pada ikrar Sumpah Pemuda tersebut, maka di Universitas PGRI Semarang selalu memperingati bulan Oktober sebagai bulan bahasa. Terutama para mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS)  yang selalu merayakannya setiap tahun.
     Pada kesempatan kali ini, tepatnya Rabu, 19 Oktober 2016, Universitas PGRI Semarang, khususnya untuk mahasiswa FPBS menggelar sebuah acara spektakuler dan mendidik, sebagai rangkaian dari acara peringatan Bulan Bahasa. Acara tersebut diberi judul UPGRIS Bersastra. Yang bertemakan tiga buku, tiga pembaca, tiga kritikus, dan satu pengarang. Dalam acara UPGRIS Bersastra kali ini mendatang kan seniman kondang, yaitu Triyanto Triwikromo. Beliau adalah seorang pengarang buku, di mana dalam acara  kali ini, buku beliaulah yang dibedah/ diulas. Berikut sekilas profil dari Triyanto Triwikromo.
    Nama lengkap Triyanto Triwikromo, lahir di Salatiga, 15 September 1964. Beliau menjabat sebagai seorang redaktur, dosen, penulis cerpen, juga penganggit puisi. Nama Triyanto Triwikromo mulai dikenal setelah 30 tahun berkarya, berkat penghargaan yang diperolehnya, yaitu Anugrah Tokoh Seni Tempo 2015, setelah menulis buku kumpulan puisi Kematian Kecil Kartosoewirya. Istilah tiga buku, tiga pembaca, tiga kritikus, dan satu pengarang mengandung maksud bahwa ada tiga buku karangan Triyanto Triwikromo  yang akan dibedah, yaitu: Selir di Musim Panas, Bersepeda ke Neraka, dan Sesat Pikir Para Binatang . Tiga pembaca yang membacakan karya Triyanto Triwikrama, yaitu bapak Rektor Upgris Dr. Muhdi, S.H., M.Hum. dengan puisi yang berjudul “Takziah” dan “Mereka Memalsukan Kisah”. Pembaca yang kedua adalah wakil rektor 1, yaitu ibu Dra. Sri Suciati, M.Hum. dengan puisi yang berjudul “Selir di Musim Panas”. Yang ke tiga adalah Biskuit time.
     Kemudian terdapat tiga kritikus yang membedah ketiga buku tersebut yaitu Pak Nur Hidayat. Menurut Hidayat, Triyanto merupakan penulis yang melampaui batas, di mana karya yang ditulis melampaui jalur atau aturan yang berlaku. Sehingga pembaca yang tekun, tabah, dan banyak literatur  yang dapat untuk memahami buku atau karya Triyanto ini. Pembaca yang baik mencoba melengkapi dirinya dengan banyak literatur.
     Pras Setya Utama yang mengulas buku Bersepeda ke Neraka. Menurut Pras Setya untuk memahami karya Triyanto dengan menggunakan teori struktural genetik ( menurut pak rektor) tidak begitu efektif, teori interteks kulturalitas lah yang pantas digunakan  untuk mengartikan atau memaknai kaya Triyanto. Ada tokoh latar alur sebagian besar karyanya itu wajar, namun ada yang sudah kabur batas antara puisi dan cerpen. Puisi yang mirip cerpen, dan sebagainya. Merusak tatanan cerpen/ puisi(  Triyanto menciptakan teks- teks baru ).
     Widyano Ari Eko mengulas buku tentang Selir di Musim Panas. Menurut Ari Eko semua buku karya Triyanto saling berkaitan satu sama lain, untuk memahami satu buku karangannya (contoh buku Selir di Musim Panas) harus membaca 4 buku lain untuk bisa memahaminya. Sebuah buku Triyanto dibentuk oleh buku- buku lainnya.
Diskusi bedah buku yang dipandu oleh Dr. Harjito ini berjalan sangat apik dan lancar, meskipun masih banyak hal yang belum sempat didiskusikan karena terbentur masalah waktu.
     Dalam acara tersebut diselingi pula dengan penampilan beberapa sastrawan Upgris seperti musikalisasi puisi oleh Biskuit Time, tarian balet, dan lain- lain. Suasana panggung yang apik, penonton yang mendukung serta penampilan- penampilan pembicara yang memukau membuat acara UPGRIS Bersastra ini sangat spektakuler.
     Ini bukan kali pertama Upgris menggelar acara dalam rangka peringatan bulan bahasa. Namun, setiap tahunnya Upgris selalu memberikan yang terbaik untuk acara tersebut sebagai bukti kecintaannya terhadap bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Terbukti salah satu acara pembukaannya kali ini yaitu UPGRIS Bersastra dapat berjalan dengan sempurna tanpa halangan suatu apa pun. Semoga acara seperti ini dapat terus dikembangkan bukan hanya di lingkungan Upgris tetapi seluruh masyarakat Indonesia turut berpartisipasi.
     “Menulis adalah bagian terindah dalam hidup saya. Dan menjadi sastrawan bukan hal yang keren, tetapi berlomba menjadi manusia yang pada dasarnya bukan apa- apa.  Buku saya telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa asing, seperti Bahasa Inggris, bahasa Swedia, bahasa Jerman, dan lain- lain. Pada tanggal 26 Oktober nanti saya akan menghadiri  forum internasional. Di sana nanti akan ada tiga teks yang akan saya sampaikan, dan hari ini  akan saya baca cuplikannya untuk Anda semua. Pertama, setiap sejarah punya luka- lukanya sendiri juga sejarah kita yang tak punya rumah sakit lagi. Kedua, agama dijadikan alat untuk melukai. Terakhir, jika bunuh diri menjadi agama yang paling cocok, siapakah Tuhanmu?” ujar Triyanto di pengujung acara. Beliau merasa terharu karena selama 30 tahun berkarya baru kali ini karyanya diapresiasi secara khusus.
     “ Kehidupan berawal dari kematian” ujar Triyanto ketika pembawa acara bertanya mengapa dalam karyanya banyak menceritakan kematian, “ kita semua adalah binatang yang berlomba- lomba untuk menjadi manusia” tambahnya kembali ketika pembawa acara bertanya mengapa banyak tokoh binatang juga dalam karyanya. Dari jawaban tersebut dapat dimaknai bahwa kehidupan ini berawal dari kematian, di mana yang semua tiada menjadi ada. Dan kita adalah binatang yang berlomba- lomba menjadi manusia yang artinya kita bukan apa- apa sampai kita berusaha, berlomba- lomba untuk menjadi sesuatu, yaitu manusia yang bermutu, yang sejati dan berbudi luhur. Melalui sastra kita dapat membuat manusia menjadi manusia yang benar- benar manusia.
     Semoga beberapa lembar susunan kata-kata ini bisa bermanfaat bagi para pembaca yang berkenan meluangkan waktunya untuk membacanya. Terima kasih.

FOLKLOR | Relevansi Kisah Jaka Tarub Di Masa Kini

Jaka Tarub Di Masa Kini
                            
     Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi, masyarakat Indonesia mulai melupakan budayanya. Masyarakat muda khususnya, mereka mulai mengisi pikiran dan aktivitas mereka dengan gaya ke barat- baratan. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak media masa yang memfasilitasi masyarakat untuk melihat, memilih, dan meniru gaya ala barat melalui tayangan yang disajikan, seperti film/ sinetron yang kerap sekali ditayangkan adegan kurang pantas namun dianggap wajar. Penyajian cerita cinta anak muda zaman sekarang di mana seolah- oleh para masyarakat muda seperti atau bahkan telah kehilangan jati diri.
     Melihat gentingnya moral masyarakat muda Indonesia yang semakin merosot. Salah satu UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Universitas PGRI Semarang, yaitu teater Gemma ingin mencoba membangkitkan kembali jiwa- jiwa muda yang mulai nyaman dengan kehidupan gelap ala barat untuk beranjak menuju jalan yang terang melalui sebuah pementasan drama  “Jaka Tarub”. Cerita legenda zaman dahulu yang disajikan dengan kemasan menarik, pembawaan disesuaikan dengan selera masyarakat muda tanpa mengurangi nilai dan makna dari cerita tersebut.
     Selasa, 4 Oktober 2016 kemarin, pentas Jaka Tarub digelar. Bertempat di Gedung Pusat lantai 7 Universitas PGRI Semarang. Teater Gemma menyajikan dua kali pementasan, yaitu pada pukul 15. 00 dan 19. 00 dengan lakon yang sama. Lakon Jaka Tarub ini dirasa mampu untuk memberi contoh kepada masyarakat muda khususnya untuk menemukan kembali jati diri mereka. Memberikan contoh betapa pentingnya arti kejujuran.
     Para tokoh diperankan langsung oleh mahasiswa Universitas PGRI Semarang yang mengikuti UKM Teater Gemma. Tokoh Jaka diperankan sangat apik oleh Opik, sementara para bidadari terlihat begitu cantik. Mereka sangat menghayati peran yang dimainkan. Sehingga membuat penonton begitu antusias, dan merasa ingin cepat- cepat melihat adegan berikutnya. Disela- sela pertunjukan diselingi oleh lawakan, supaya para penonton yang mayoritas adalah mahasiswa Universitas PGRI Semarang tidak merasa jenuh.
     Jaka merupakan pemuda desa yang tampan, gagah, berani, dan suka berburu. Namun dia selalu bimbang ketika mengingat ibundanya yang telah meninggal. Jaka belum bisa memenuhi keinginan ibundanya untuk menikah. Dikisahkan bahwa Jaka pernah bermimpi untuk menikah dengan seorang bidadari, karena mimpi itulah Jaka belum bisa memenuhi permintaan ibundanya hingga sang ibunda meninggal dunia. Kemudian, suatu hari ketika Jaka berburu dia merasa kelelahan dan memutuskan untuk istirahat, bersandar di sebuah batu besar. Tak lama kemudian para bidadari turun dari kayangan dan mandi di sebuah danau yang tidak jauh dari batu tempat Jaka bersandar. Diletakan baju dan selendang para bidadari itu pada batu. Kemudian Jaka mengambil salah satu dari selendang tersebut. Bidadari yang kehilangan baju dan selendang tidak dapat pulang ke kayangan. Kemudian dia bersumpah bahwa barang siapa yang menolongnya, jika itu perempuan akan dijadikan saudara, namun jika itu laki- laki akan dijadikannya suami. Mendengar sumpah bidadari tersebut Jaka bergegas pulang dan mengambil baju sang ibu untuk menolong sang bidadari, Nawang Wulan namanya. Akhirnya mereka menikah. Dan mempunyai seorang putri yang diberi nama Nawangsih/ Nawang Asih.
     Dikisahkan pula pada suatu ketika Jaka merasa heran karena persediaan beras miliknya tidak kunjung habis, namun semakin bertambah. Jaka yang keheranan segera bertanya kepada sang istri, Nawang Wulan. Lanjut cerita Nawang Wulan meminta jaka berjanji untuk tidak membuka panci masak selama dia sedang menanak nasi. Akhirnya Jaka pun berjanji. Namun suatu ketika Jaka sungguh merasa penasaran, kemudian dibukalah panci itu, dan betapa terkejutnya hati Jaka ketika mendapati isi dalam panci hanya sebutir beras. Kemudian Nawang Wulan membuka panci tersebut karena dirasa beras yang dimasak olehnya telah matang, namun apa yang terjadi? Ternyata sebutir beras itu tidak berubah. Mengetahui bahwa Jaka telah melanggar janji yang diucapkannya Nawan merasa kecewa, dan kekuatan Nawang untuk memasak dengan sebutir nasi telah hilang. Nawang harus memasak dengan cara biasa. Beras di lumbung semakin menipis dan membuat Nawang Wulan menemukan selendangnya yang ternyata disembunyikan oleh Jaka Tarub. Nawang Wulan pun marah dan akhirnya kembali ke kahyangan, meninggalkan Jaka Tarub dan putrinya Nawangsih.
     Menjalin sebuah hubungan sudah selayaknya dilandasi dengan kejujuran. Kejujuran merupakan fondasi yang akan menopang kehidupan kita ke depannya. Baik dalam kehidupan berkeluarga maupun kehidupan sosial lainnya. Perbuatan Jaka yang telah berbohong terhadap istrinya, berujung pilu. Ini membuktikan bahwa kejujuran sangat penting. Bila sesuatu hal tidak didasari dengan kejujuran maka akan berdampak buruk.
Sudah selayaknya kita sebagai generasi muda harus menerapkan kejujuran dalam segala hal. Terlebih lagi kita adalah calon pemimpin. Bagaimana nanti kita dapat menjadi pemimpin yang baik bila tanpa kejujuran. Tidak pantas bila seorang pemimpin berbohong untuk kepentingan dirinya sendiri. Selain itu dalam kisah Jaka Tarub ini kita para generasi muda diajarkan untuk tidak boleh sembarangan mengumbar janji. Karena janji diucapkan hanya untuk ditepati dan dipertanggungjawabkan. Bagaimana jadinya bila seorang pemimpin yang telah dipercaya ternyata berkhianat akan janjinya. Sudah begitu banyak contoh sosok Jaka Tarub dalam kehidupan masa kini, di mana bukan hanya anak dan istri yang menjadi korban akan janji dan ke tidak jujuran, tetapi seluruh rakyat di bawah kepemimpinan Jaka masa kini terkena imbasnya. Koruptor salah satu contohnya.
     Sungguh pementasan yang luar biasa, Di satu sisi unsur kebudayaan ditonjolkan melalui tema cerita yang diusung yaitu legenda Jaka Tarub. Di sisi lain pesan moral yang terkandung dalam cerita sangat cocok dengan kondisi moral generasi muda Indonesia yang haus akan motivasi. Kelompok teater Gemma Universitas PGRI Semarang telah berhasil menyajikan pertunjukan yang mendidik dan berkualitas tanpa ada kesan kuno.