Budaya Literasi untuk Generasi Emas bagi Guru Pembelajar
TUGAS LAPORAN SEMINAR NASIONAL
BERTEMA
“ BUDAYA LITERASI MENUJU GENERASI EMAS BAGI GURU PEMBELAJAR”
Oleh:
Nama : MEISAROH
NIP : 16410049
Kelas : 1B
PENDIDIKAN BAHASA dan SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Allah Yang Mahakuasa, atas ridho-Nya laporan ini dapat terselesaikan.
Dalam laporan ini berisi tentang kegiatan yang telah terselenggara pada Kamis, 15 Desember 2016. Dalam acara Seminar Nasional " Budaya Literasi Menuju Generasi Emas bagi Guru Pembelajar" yang diselenggarakan oleh Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Laporan ini saya buat dengan sadar dan dapat saya pertanggungjawabkan isi dan kebenarannya. Selain itu, laporan ini saya buat untuk memenuhi tugas suatu mata kuliah.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik untuk kepentingan tugas saya, maupun untuk pembaca yang berkenan untuk membacanya.
Semarang, 17 Desember 2016
Mahasiswa,
MEISAROH
16410049
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Menurut data UNESCO pada tahun 2011 minat baca di Indonesia menempati peringkat 14 di antara negara- negara di Asia. Pada tanggal 6 Desember 2016 lalu, di London, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan, Organitation for Economic Co-operation and Development (OECD), melakukan uji bahasa antarbangsa melalui program For International Student Assessment (PISA) melangsir hasil terbaru tentang budaya literasi antarbangsa untuk tahun 2015. Kegiatan tersebut diikuti oleh 74 negara termasuk Indonesia yang sejak tahun 2000 ikut berpartisipasi.
Dilangsir dari Kompas, 6 Desember 2016, Indonesia merupakan salah satu negara yang masih sangat minim minat baca masyarakatnya, terkhusus kaum muda dan anak- anak. Tentu hal ini sangat memprihatinkan. Terlebih lagi tahun 2019 Indonesia menargetkan adanya Indonesia emas melalui generasi- generasinya. Dari ironi itulah, pemerintah Indonesia mulai membuat terobosan baru dengan menggalakkan program Budaya Litersi bagi masyarakat Indonesia, khususnya generasi penerus bangsa.
Pada 15 Desember 2016 kemarin. Universitas PGRI Semarang ikut menyuarakan pentingnya budaya literasi melalui seminar nasional yang bertemakan “ Budaya Literasi Menuju Generasi Emas bagi Guru Pembelajar.”
1.2.
Nama Kegiatan
Seminar Nasional bertema “ Budaya Literasi Menuju Generasi Emas bagi Guru Pembelajar.”
1.3.
Tujuan Kegiatan
Untuk membangkitkan semangat generasi muda untuk lebih membudayakan literasi untuk mencapai Indonesia emas di tahun 2019.
1.4.
Peserta Kegiatan
Mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Mahasiswa umum (lintas fakultas, dan dari universitas lain)
1.5.
Tempat dan Waktu
Tempat: Balairung Universitas PGRI Semarang
Waktu : pukul 07.00—selesai
Tanggal: 15 Desember 2016
1.6.
Narasumber Utama
a.
Nh. Dhini
b.
Gufran A. Ibrahim
c.
Seno Gumirah Ajidharma.
BAB II PEMBAHASAN
Seminar Nasional yang terselenggara pada Kamis, 15 Desember 2016 berjalan dengan lancar. Pembawa acara membuka acara dengan baik. Ibu Nanik selaku Dekan fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni memberi sambutan pertama, dilanjutkan oleh bapak Muhdi, S. H., M. Hum. Selaku Rektor Universitas PGRI Semarang yang memberi sambutan kedua sekaligus membuka seminar.
Acara selanjutnya adalah pembahasan pokok seminar, yaitu masalah budaya literasi yang dipandu oleh bapak Murywantobroto selaku moderator dengan narasumber Nh. Dhini, Gufran A. Ibrahim, dan Seno Gumirah Ajidharma. Berikut adalah uraiannya:
1. Nh. Dhini
Menurut Dhini penggunaan bahasa Indonesia di Indonesia sendiri masih sangat kurang, terlebih lagi dewasa ini justru bahasa asinglah yang sering diselipkan dalam komunikasi sehari- hari. Dalam program yang baru- baru ini sedang digalakkan oleh pemerintah tentang literasi, Dhini lebih setuju bila istilah sastra atau susastralah yang digunakan, karena pada hakikatnya susastra atau sastra lebih mencakup semua dan lebih bermakna.
Untuk membudayakan sastra sebagai jati diri bangsa harus ditanamkan se-awal mungkin kepada kaum muda. Dan untuk budaya membaca sendiri harus mulai ditanamkan sejak dini pula. Dhini mengatakan bahwa di negara Jepang dan di Eropa. Orang- orang yang menaiki kendaraan umum seperti bus kota, mereka semua akan duduk teratur kemudian membuka buku untuk dibaca. Hal ini sangat berbeda dengan orang Indonesia di mana di dalam bus tidak ada kegiatan yang dilakukan selain tidur dan mengobrol. Hal ini menunjukkan bahwa di Jepang dan di negara- negara Eropa membaca sudah menjadi kegiatan rutin yang dilakukan, sudah menjadi kebiasaan yang membudaya pada diri mereka. Inilah yang diharapkan dari bangsa Indonesia, terlebih lagi untuk menyambut Indonesia emas, sedini mungkin harus dilatih untuk gemar membaca. Dan tidak melupakan bahasa kita, jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
2. Gufran A. Ibrahim
Gufran menjelaskan tentang hasil PISA yang dicapai Indonesia pada tahun 2012 dan 2015 di mana pada literasi bidang Sains dari 2012-2015 mengalami peningkatan 21 poin, dari litersi bidang matematika meningkat 11 poin, dan untuk membaca sendiri hanya meningkat 1 poin saja. Hal ini membuktikan anak Indonesia mengalami peningkatan dalam bidang sains matematika. Namun untuk budaya membaca sendiri, minat baca anak Indonesia masih sangat rendah, entah hal ini disebabkan karena memang anak Indonesia tidak pandai membaca? Tidak cekatan dalam memahami teks? Atau teks yang diberikan oleh PISA terlalu sulit?
Pada dasarnya untuk menjadi seorang atlet yang mempunyai daya tahan yang kuat haruslah melalui latihan secara rutin dan teratur. Itu pula yang diperlukan untuk meningkatkan kegiatan membaca di Indonesia. Semua hal yang asing akan tetap menjadi asing untuk diri kita bila kita tidak membiasakannya agar menjadi terbiasa. Maka hal pertama yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya baca masyarakat Indonesia, kita harus membiasakan diri untuk membaca agar menjadi terbiasa. Kegiatan membaca bukan melulu tentang buku pelajaran dan teks- teks yang disajikan di sekolah saja. Apa pun bisa kita jadikan bahan bacaan. Novel, cerpen, koran, majalah, buku pengetahuan lain. Jangan hanya belajar terpacu dengan kurikulum karena dunia yang harus kita ketahui bukan sebatas bacaan yang telah tersusun dalam kurikulum.
Gufran menyarankan untuk dari sekarang kita budayakan membaca, membaca yang bukan sekedar membaca. Namun, membaca di mana kita nantinya diharapkan akan mencipta sebuah karya dari hasil membaca. Gufran mengajak kita untuk melakukan gerakan Satu orang, Satu novel, Satu semester. Menurut Gufran, satu novel untuk satu semester pun bila kita dapat membuat rangkuman, membuat esai dari satu novel yang kita baca tersebut. Budayakanlah mengunjungi perpustakaan yang telah tersedia.
3. Seno Gumirah Ajidharma
Menurut Seno, bahasa itu tidak netral. Karena pada hakikatnya bahasa itu akan baik jika orang mengartikan baik, dan bahasa itu akan buruk jika orang mengartikannya buruk. Bahasa tidaklah netral, mempunyai makna yang ambigu tergantung pada orang yang menafsirkannya. Menurut Seno, bahasa bisa menjadi alat yang berbahaya, karena sifatnya yang ambigu ini. Karena itu diadakan kesepakatan pada setiap kelompok untuk meredamkan atau menghindari kehancuran dan perselisihan karena bahasa.
Seno mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi mitos sosial yang membuat orang Indonesia terlebih lagi generasi muda enggan untuk membaca sebuah karya sastra. Yang pertama, adalah bahwa sastra itu berisi tentang nasihat, sehingga mereka malas untuk membaca karena sekarang ini tidak ada orang yang mau dinasihati. Yang kedua, novel identik dengan orang- orang yang cengeng, bacaannya pun cengeng. Mitos- mitos itulah yang harus dihilangkan agar para kaum muda khususnya menjadi tertarik untuk membaca karya sastra. Seno mengatakan bahwa sebenarnya jika dilihat dari isinya antara bacaan dikoran/ berita dengan karya sastra seperti novel tidak jauh berbeda, hanya saja bahasa dan cara penyampaian yang dipakai dalam novel berbeda. Dan Seno menegaskan kembali bahwa bahasa tidak bersifat netral.
Kegiatan membaca tidak melulu mengenai buku bacaan yang ada di sekolah. Dewasa ini, media sosial pun bisa menjadi alat untuk membudayakan literasi. Mulai dari whatsapp, bbm, facebook ini dapat dimanfaatkan. Dan pengenalan litersi melalui media sosial seperti ini harus dimulai sejak dini.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Untuk membudayakan literasi di Indonesia harus ditanamkan sedini mungkin. Kita harus dipaksa terlebih dahulu agar menjadi biasa dan terbiasa. Dari kebiasaan itulah yang nantinya akan membudaya pada pribadi generasi Indonesia, dan bukan tidak mungkin bila kebiasaan tersebut akan menjadi hal yang dapat diturunkan kepada generasi berikutnya.
Mengutip kata dari Milan Kudera bahwa “ jika ingin memusnahkan suatu bangsa dari peradaban, hancurkanlah buku- bukunya. Niscaya bangsa itu akan musnah.” Tentu kita sebagai penerus bangsa Indonesia tidak ingin bila bangsa kita musnah hanya karena kita enggan untuk membaca. Untuk itu marilah kita sama- sama membiasakan diri untuk membaca. Karena hanya dengan membaca kita dapat keliling dunia.